WELCOME TO MY BLOG

JUSTITIA OMNIBUS

Senin, 09 Januari 2012

HUKUM ADAT TERNATE-MALUKU UTARA (ADAT PERKAWINAN)

 Kawin Minta

Kawin minta ialah system perkawinan yang umum di pulau Ternate. Perkawinan ini terjadiapabila si laki-laki dan si wanita telah terjalin hubungan percintaan. Inisiatif melamar datangnya dari pihak kaum kerabat laki-laki dengan cara mengutus suatu delegasi ke rumah orang tua si wanita. Kunjungan lamaran ini disebut masuk minta. Yang melamar biasanya saudara dan ayah si laki-laki atau kerabat terdekat yang pandai berdialog dalam basa-basi yang mengandung kata-kata hikmah. Dialog seperti ini dissebut Dola Bololo. Apabila lamaran sudah diterima, maka pada saat itu ditentukan :
  1. Mas kawin (Kai Maija )
  2. Biaya perkawinan yang diperlukan
  3. Hari perkawinan.

Setelah tiba hari pernikahan, maka pada siang harinya laki-laki diantar oleh rombongan kerabatnya dengan iringan hadrad dan rebana menuju rumah pengantin wanita. Sebelum memasuki rumah pengantin wanita, biasanya rombongan yang membawa pengantin laki-laki dihadang oleh orang-orang dari pihak wanita yang sudah berada di halaman rumah. Menghadang di depan pintu rumah dinamakan Fati Ngara. Kadang-kadang terjadi perkelahian di antara mereka, namun setelah pernikahan selesai hapuslah perasaan dendam antara orang-orang yang berkelahi tadi karena perkelahian semacam itu sudah merupakan tradisi daam setiap upacara perkawinan dalam adat orang Ternate. Selanjutnya apabila pengantin laki-laki sudah berada di dalam rumah maka pada saat itu dilangsungkan akad nikah atau ijab Kabul. Upacara disaksiakan oleh wali dari kedua pengantin,. Selesai upacara ini dilanjutkan dengan upacar pertemuan antar kedua pengantin yang akhirnya dipersandingkan di atas pelaminan. Beberapa sesudah itu berlangsung pula acara makan saro. Yang dimaksud dengan makan saro ialah makan bersama untuk pertama kalinya bagi kedua pengantin pada sebuah meja panjang yang dihadiri oleh kaum wanita yang diundang pada acara pernikahan. Disini kedua pengantin duduk berdampingan di kepala meja dan disamping kanan kiri meja duduk kaum wanita.

Di atas meja sudah tersedia bermacam-macam makanan, antara lain ketupat berbagai bentuk, nasi kuning dan telur, buah-buahan yang telah dirangkaikan dan makanan lainnya. Upacara tersebut diawali dengan mengayun-ayunkan sepiring makanan di hadapan kedua pengantin, yang dilakukan berganti-ganti oleh beberapa orang wanita dari kalangan pihak pengantin wanita maupun pengantin laki-laki. Beberapa orang wanita dari kalangan pihak pengantin wanita dan pihak pengantin laki-laki tersebut dinamakan Yaya se goa.

Pesta perkawinannya dilanjutkan pada malam harinya, bertempat di rumah kediaman pengantin wanita. Dalam pesta tersebut dihadiri oleh kedua kerabat pengantin, tetangga-tetangga terdekat dan kenalan-kenalannya. Sesudah pesta perkawinan, tiga hari kemudian, kedua pengantin mengadakan kunjungan ke keluarga terdekat dan keluarga yang turut membantu dalam penyelenggaraan perkawinan guna menyampaikan ucapan terima kasih.

♣  Kawin Lari

Kecuali perkawinan dengan prosedur seperti dikemukakan di atas, dikenal juga bentuk kawin lari atau menurut istilah setempat disebut kai sibiri. Kalau diperhatikan kawin lari sebenarnya di pandang kurang baik dan tidak diinginkanoleh pihak keluarga si wanita. Namun sebagai alas an terjadinya kawin lari, antara lain disebabkan :
  1. Keluarga salah satu pihak tidak setuju.
  2. Bebah perkawinan yang ditentukan oleh keluarga si gadis terlalu berat, sehingga tidak terpikul oleh keluarga laki-laki.
  3. Kemauan si pemuda dan si gadis dengan perhitungan kalaupun ditempuh prosedur biasa tidak akan mungkin dapat melangsungkan perkawinan itu.
  4. Untuk menghindari formalitas adat istiadat dan pembayaran, maka si pemuda mengajukan si gadis untuk lari.

Pihak keluarga si gadis, dengan kejadian itu, berusaha untuk mengembalikan anak gadisnya dari tempat persembunyian. Kalau memang ada tanda-tanda keluarga si gadis mau menerima mereka kembali, maka keluarga si pemuda akan mengambil inisiatif untuk mengirim utusan mendamaikan persoalan itu. Apabila tidak di peroleh jalan keluar, maka perkawinan itu akan dilangsungkan. Sudah tentu dalam pelaksanaan perkawinan itu pihak keluarga si gadis tidak hadir.

Pada orang Ternate ada pula adat perkawinan ini banyak terjadi di kalangan bangsawan. Pangkat dan asal keturunan sangat dipentingkan dalam perkawinan ini. Menurut adapt, wanita bangsawan harus kawin dengan laki-laki bangsawan. Jadi harus setaraf atau sederajat. Sedangkan bagi bangsawan laki-laki bias kawin dengan wanita bukan bangsawan.

♣  Kawin Tutup Malu

Bentuk perkawinan yang lain lagi ialah kawin tutup malu. Suatu perkawinan antara seorang wanita yang hamildi luar perkawinan yang sah, dengan laki-laki yang bersedia mengawininya (dari kerabat yang terdekat ), sehingga dengan demikian martabat keluarga tidak tercemar. Ada kalanya perkawinan ini dilakukan disebabkan anak perempuan berkelakuan seperti laki-laki, mudah terpengaruh oleh bujukan laki-laki.

♣  Kawin Jodoh

Suatu bentuk perkawinan juga yang di kenal di Ternate adalah kawin yang sudah dijodohkan sejak kecil. Antara kedua belah pihak sudah terdapat kata sepakat untuk mengawinkan anakmereka setelah memasuki usia dewasa. Perkawinan ini dimaksudkan untuk memperat tali persaudaraan.


♣  Kawin Ambil Anak

Selain bentuk-bentuk perkawinan tersebut di atas, masih dikenal lagi apa yang disebut kawin ambil anak. Perkawinan ini hanya terdapat pada keluarga yang mempunyai anak perempuan tunggal. Kawin ambil anak ialah suatu bentuk pwrkawinan dimana menantu laki-laki tinggal pada orang tua istrinya dan meneruskan garis keturunan istrinya. Anak-anak yang lahir dari perkawinan ini menarik garis keturunan ke atas melalui ibunya. Laki-laki dalam hal ini tidak lagi menanggung biaya perkawinan melainkan menjadi tanggungan keluarga wanita.

♣  Kawin Suba

Kemudian suatu bentuk perkawinan yang jarang terjadi tetapi dikenal juga di pulau Ternate adalah kawin suba. Apabila keluarga si gadis tidak setuju kepada pemuda pilihan anak gadisnya, maka si pemuda lalu dating sembah dengan memeluk kaki orang tua si gadis. Dengan cara ini akhirnya dapat dilangsungkan perkawinan tersebut. Sesudah menikah maka suami istri tinggal atau menetap di kediaman orang tua istri. Si suami tetap berbakti kepada orang tua isrti dan berlangsung cukup lama walaupun sudah mempunyai anak. Setelah orang tua si istri memperbolehkan kepada mereka berdiri sendiri barulah mereka keluar dari tempt kediaman orang tua istrinya.

♣  Kawin Tangkap

Bentuk perkawinan yang terakhir ialah kawin tangkap. Apabila diketahui atau diketemukan seorang pemuda dengan seorang gadis berbicara di tempat gelap atau di tempat yang tidak wajar maka orang tua akan segera mengawinkannya. Maksud dari perkawinan ini agar jangan sampai terjadi perbuatan maksiat yang dapat menodai nama baik keluarga.    

SAHABAT

Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.
Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita. Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan.
Siapa yang berada di samping anda??. Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai??
Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.
Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan,
namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.
Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan,
tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian,
pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan
mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.
Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan,
justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, t
etapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti,
diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak,
namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti
besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya


HTN BERDASARKAN TIGA SUDUT PANDANG


  • NORMATIF
  • HISTORIS / SOSIOLOGIS
  • FILOSOFIS / FILSAFAT

1.     Normatif
 Hukum Tata Negara jika dilihat dari segi normative, maka pelaksanaan setiap Lembaga-lembaga Negara harus berdasarkan Konstitusi atau aturan-aturan yang berlaku lainnya.
Contoh, DPRD Halsel Dan DPRD Halut dimana masa jabatan anggota DPRD tersebut telah selesai dan anggota DPRD yang baru belum dilantik. Maka mereka tidak boleh melakukan tindakan hokum apapun dalam konteks kedewanan. Misalnya tidak bisa membahas APBD dan tidak bisa dipanggil oleh pejabat daerah untuk melakukan hearing, dan mereka tidak boleh menerima gaji, karena hak mereka berakhir bersamaan dengan selesainya masa kerja mereka ( SK mereka Infailed ).
      
2.     Sosiologi
Hukum tata Negara jika dilihat dari sudut pandang sosiologi itu lebih cenderung terhadap kepentingan  umum atau kemanfaatan umum / Public Benefit ( Utility ).

3.     Filosofis
 Hukum Tata Negara di tinjau dari segi Filosofis yaitu menyangkut dengan nilai-nilai seperti nilai etika, keadilan, dan lain-lain.

SEJARAH KONSTITUSI INDONESIA


UUD 1945 di bentuk oleh BPUPKI dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. dalam masa pembentukan UUD 1945 terjadi perdebatan, dimana ada 2 pikiran yang muncul yaitu :

1.    Pikiran yang bercorak Integralistik ( Kolektif – Gotong Royong ). Dipelopori oleh Ir. Soekarno dan Soepomo.
2. Pikiran yang bercorak Liberal. Dipelopiori oleh Moh. Hatta dan Moh. Yamin.

Dalam perdebatan tersebut, pikiran – pikiran Integralistik yang selalu mendominasi, yang selalu membahas tentang Gotong Royong – Kolektif.

  1. Bentuk Pemerintahan.
Seperti biasanya, Bentuk Negara menjadi suatu topic perdebatan yang menarik. Untuk pemerintahan apakah memakai bentuk pemerintahan Monarchi atau Republik. Dan akhirnya diputuskan bentuk pemerintahan adalah Republik.

  1. Landasan Filosofis
Terbagi dua kubu dalam perdebatan mengenai landasan filosofis, yaitu kelompok yang menghendaki agar dasar filsafat adala Gotong Royong-Kolektif dan juga kelompok yang menghendaki adanya penekanan terhadap hak asasi manusia ( Liberal ).

 Inti dari pikiran kolektif, yaitu :
  1. bangsa ini adalah bangsa yang besar.
  2. individualisme tidak sejalan dengan nilai-nilai kita karena menurut Soepomo, Ir. Soekarno, bahkan Moh. Hatta individualisme itulah yang melahirkan imprealisme ( penjajahan ).
 Bertumpu pada inti pikiran diatas itulah maka mereka menolak faham liberal dalam menjalankan kekuasaan.
 Wujud dari pikiran kolektif adalah :

  1. Kekuasaan MPR
Sebagai wujud dari pikiran kolektif, maka kekuasaan Negara diletakkan di tangan MPR. Kekuasaan dari rakyat diangkat dan diletakkan di MPR kemudian baru MPR menndistribusikan ke lembaga Negara yang berada di bawah.

  1. Kekuaasaan Presiden
Presiden diberi kekuasaan yang luar biasa besar berdasarkan UUD 45 pada waktu itu. Presiden diberi kekuasaan di bidang pemerintahan dan di bidang legislative.
Konstruksi kekuasaan liberal langsung dipisahkan atau di bagi-bagi dalam  beberapa bidang, yaitu :
  1. Eksekutif
  2. Yudikatif
  3. Legislatif
 Cara berpikir liberal selalu mencurigai pada setiap kekuasaan, sedangkan cara berpikir Indonesia (kolektif) waktu membentuk UUD ’45 didominasi oleh asumsi bahwa penguasa itu baik.

3. Kekuasaan Wakil Presiden
 Tidak ada perdebatan yang bersifat filosofis dalam perdebatan mengenai wakil presiden. Muncul dua pikiran agar wapres ada dua orang karena Negara ini terlalu besar.

Ketentuan mengenai kewenangan wakil presiden :
  1. Wakil Presiden tidak punya kewenangan apa pun secara konstitusional
  2. Jabatan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak dapat di prediksikan.
 4. Mahkamah Agung

Mohammad Yamin mengusulkan agar MA diberi kewengan yudisial review. Namun gagal disepakati karena menurut Soepomo sarjana hokum kita masih terlalu sedikit, itu sebabnya pikiran ini gagal dilembagakan dalam UUD ’45.

  1. Kewarganegaraan dan Penduduk Indonesia
 Pasal 131 IS golongan penduduk di Indonesia antara lain :
  1. Eropa
  2. Timur Asing
  3. Bumiputera


Minggu, 08 Januari 2012

KUMPULAN JUDUL-JUDUL SKRIPSI HUKUM



  • PENDEKATAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PERKOSAAN
    (Studi : di Lembaga Pemasyarakatan X)
  • TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA INCEST
    (Studi di Polresta X)
  • UPAYA HUKUM BAGI PEMEGANG SURAT CEK YANG DITOLAK PEMBAYARANNYA
    (Studi Kasus Bank X)
  • DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG BERKAITAN DENGAN KASUS CAROK (Studi di Pengadilan Negeri X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DI PERTOKOAN KOTA X
  • PERJANJIAN CARTER KAPAL TANKER BERDASARKAN WAKTU (TIME CHARTER)
    (Studi Di PT. X)
  • MURABAHAH SEBAGAI BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL PADA BANK SYARIAH
    (Studi Kasus pada Bank XSyariah)
  • SISTEM PENETAPAN NILAI JUAL OBYEK PAJAK (NJOP) DALAM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) MENURUT UU NO. 12 TAHUN 1994 (Penelitian di Wilayah Kantor PBB di X)
  • KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH DILEGALISASI OLEH NOTARIS (Studi Tentang Alat-Alat Bukti)
  • PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA
    PELECEHAN SEKSUAL
  • TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
  • PERANAN DIREKTORAT JENDERAL PIUTANG DAN LELANG NEGARA (DJPLN) UNTUK MENYELAMATKAN KEKAYAAN NEGARA (Studi Di DJPLN Cabang X)
  • PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP ANAK SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK (Studi Di Pengadilan Negeri X)
  • PERANAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL TERHADAP ANAK
    (Studi di POLRESTA X)
  • PERANAN RESERSE DALAM MENGUNGKAP KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi di POLRESTA X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS IKLAN DI TELEVISI
    (Study Tentang Hak Cipta Iklan di Televisi)
  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELANGGAN PT. TELKOM DALAM PERJANJIAN BAKU
  • PERANAN POLRI DALAM MENINDAKLANJUTI TERHADAP MASSA YANG MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM (Studi Pada Polresta X)
  • TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENCURIAN UANG MELALUI REKENING BANK DENGAN SARANA INTERNET
  • TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JASA LAUNDRY MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
    (Studi Pada Usaha Jasa Laundry Di Sekitar Wilayah Kampus X)
  • PERTANGGUNGJAWABAN PERS TERHADAP PEMBERITAAN YANG MERUGIKAN NAMA BAIK ELIT POLITIK (Studi Kasus Di X)
  • TINDAKAN YURIDIS ATAS KASUS PEMBUNUHAN DISERTAI DENGAN KEKERASAN YANG BERKEDOK PEMBERANTASAN DUKUN SANTET (Study Kasus di Polres X)
  • KEDUDUKAN AHLI WARIS BERALIH AGAMA TERHADAP HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI (Suatu Study di Desa Adat Gerokgak Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng).
  • IZIN POLIGAMI BAGI PNS DAN AKIBAT HUKUMNYA DITINJAU DARI UU NO. 1 TAHUN 1974, PP. No. 10 TAHUN 1983 jo PP. No. 45 TAHUN 1990 (Studi di Pengadilan Agama X)
  • PELAKSANAAN EKSEPSI DALAM PROSES PERKARA PIDANA
    (Studi di Pengadilan Negeri X)
  • PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN X
    (Studi Terhadap Napi Narkoba)
  • PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN SEPAK BOLA DI WILAYAH KOTA X (Studi Di Polresta X)
  • PERJANJIAN PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UU. NO.1 TAHUN 1974 DAN PP. NO. 9 TAHUN 1975 (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten X)
  • UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANGGOTA POLRI (Studi Di Polresta X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK PEMBELI DALAM TRANSAKSI JUAL BELI KOMPUTER RAKITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Di Ronggolawe Computer Malang)
  • DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Kasus di Pengadilan Negeri X)
  • EUTHANASIA DAN PROSPEKSI PENGATURANNYA DALAM HUKUM PIDANA
    DI INDONESIA (Suatu Studi di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri X)
  • PARATE EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN GADAI (Studi Kasus di Pegadaian Cabang X)
  • PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENGUNGKAP KASUS PEMBUANGAN BAYI OLEH SEORANG MAHASISWI (Studi Di Polsekta X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAYANAN TELEPON WARUNG TELEKOMUNIKASI
  • PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA RINGAN
    (Studi Di Kejaksaan Negeri X)
  • Kebebasan Tersangka Dalam Memberikan Keterangan Kepada Aparat Penyidik (Studi di Polresta X)
  • UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENYELESAIKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
  • KEDUDUKAN HUKUM TENTANG HAK ISTRI SETELAH DICERAIKAN OLEH SUAMI YANG BERSTATUS PEGAWAI NEGERI SIPIL DIDASARKAN ATAS PERATURAN
    PEMERINTAH NO. 10 TAHUN 1983 (Studi di Pengadilan Agama X)
  • PENYELESAIAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) BERMASALAH
    (Suatu Studi di Bank BRI Unit Desa Puncu)
  • PERANAN POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH POLRESTA X (Studi di Polresta X)
  • PEMBINAAN TERHADAP NAPI LANJUT USIA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA
    PERKOSAAN (Studi : di Lembaga Pemasyarakatan X)
  • PENERAPAN TEKNIK DAN TAKTIK INTEROGASI DALAM PEMERIKSAAN TERSANGKA PADA TINGKAT PENYIDIKAN (Studi di Kantor Kepolisian Resort Kota X)
  • TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA TENAGA KERJA (PJTKI) TERHADAP PERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA INDONESIA (TKW)
  • EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PASAL 29 UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DI KANTOR CATATAN SIPIL KOTA X
  • PENYIDIKAN TERHADAP PEMBUNUHAN ANAK YANG DILAHIRKAN OLEH SEORANG IBU (Studi Di Polresta X)
  • PERANAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) DALAM PENYELESAIAN SERTIPIKAT GANDA (Studi Kasus di Badan Pertanahan Nasional Kota X)
  • Dasar-Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Studi Pada Pengadilan Negeri X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR ATAS KLAUSULA EKSENORASI YANG TERDAPAT PADA PERJANJIAN KREDIT BANK
  • PERMASALAHAN HUKUM GADAI DALAM MENGATASI KERUGIAN PIHAK DEBITUR (Studi Kasus di Pegadaian Cabang Kota X)
  • PEMBAGIAN SISA HARTA DEBITUR SECARA SEIMBANG TERHADAP KREDITUR OLEH LEMBAGA KEPAILITAN (Study Pengadilan Negeri Niaga X)
  • SIDIK JARI SEBAGAI SARANA IDENTIFIKASI SUATU KASUS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi di POLRESTA X)
  • TINJAUAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR
    (Studi Di PT. X)
  • PEMBAGIAN HARTA BERSAMA KARENA PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi di Pengadilan Agama X)
  • PELAKSANAAN ITSBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN JOMBANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
  • GANTI RUGI KECELAKAAN KERJA DALAM PROGRAM JAMSOSTEK YANG MENGAKIBATKAN CACAD SEBAGIAN UNTUK SELAMANYA (Studi Pada PT. X)
  • HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENERBIT KARTU KREDIT (ISSUER), PEMEGANG KARTU KREDIT (CARDHOLDER), DAN PENERIMA KARTU KREDIT (MERCHANT) DALAM MELAKUKAN JUAL BELI DAN PEMBAYARAN JASA
  • PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA DI INTERNET, DAN PELANGGARAN HAK CIPTA PADA WEBSITE SECARA UMUM DI INTERNET (Studi pada Internet Service Provider di X)
  • PELAKSANAAN PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERCERAIAN Studi Di Desa X dan KUA X
  • UPAYA POLRI DALAM PENANGGULANGAN PENGEDARAN NARKOBA
  • KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KABUPATEN MANGGARAI - NTT DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG KESEHATAN
  • PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PRODUK SIMPANAN WADI’AH PADA BANK SYARIAH
  • KEDUDUKAN DAN PERANAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA-PERKARA PERDATA BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1991 (Studi di Kejaksaan Negeri X)
  • KENDALA DAN UPAYA KEJAKSAAN DALAM MELAKUKAN PENYELIDIKAN KASUS KORUPSI (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Malang)
  • TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DAN UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGINYA (Studi di Polresta X)
  • Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak (Studi di Polresta X)
  • REALISASI BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA BAGI TERSANGKA SESUAI DENGAN PASAL 56 KUHAP (STUDI DI POLRESTA X)
  • PANTI ASUHAN SEBAGAI BADAN HUKUM DI DALAM TANGGUNGJAWABNYA SEBAGAI WALI TERHADAP ANAK ASUHNYA BERDASARKAN PASAL 50 AYAT I UU No. I/1974 (Studi di Panti Asuhan Muhammadiyah Kotamadya Malang).
  • PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA RESIDIVIS DI LEMBAGA PEMASAYRAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I X)
  • PERANAN POLRI DALAM PENGAMANAN NASABAH BANK (Suatu Studi Di Polresta X)
  • PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DAN ATAU KEPUTUSAN KEPALA DAERAH OLEH PEMERINTAH PUSAT MENURUT PASAL 114 UU NO 22 TAHUN 1999
  • PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN BUKTI KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (Studi Di BPR Dau Kusumadjaja Cabang Kepanjen)
  • PERANAN POLRI DALAM MENANGGULANGI PENGGUNAAN SENJATA API SECARA MELAWAN HUKUM (Studi di Polresta X)
  • PAKSA BADAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN TERHADAP DEBITUR YANG BERITIKAD TIDAK BAIK DALAM SISTEM PERBANKAN SYARIAH
  • PEMBINAAN NAPI ANAK SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12/1995.
  • PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DALAM KELUARGA MENURUT KEPPRES NO. 36 TAHUN 1990 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD 1989 (Konvensi Hak Anak)
  • PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN (STUDI DI POLRESTA X)
  • PERANAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TERHADAP KEJAHATAN PERKOSAAN (Studi Kasus Di POLRESTA X)
  • Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Pengemudi Kendaraan Angkutan Umum Dan Upaya Penanggulangannya (Studi Kasus Di Polres X)
  • PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PERAWATAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA YANG SAKIT JIWA (Tinjauan Terhadap Pasal 44 KUHP)
  • ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI SAHAM/INVESTOR DALAM PASAR MODAL (Study di Bursa Efek Surabaya)
  • RUMAH TAHANAN NEGARA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN NARAPIDANA
    (Studi Kasus di RUTAN X)
  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PENERAPAN STANDAR MUTU PADA PRODUK AIR MINUM ISI ULANG (Studi di YLKI Kota Malang)
  • TINJAUAN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERWAKAFAN TANAH MILIK DI PENGADILAN AGAMA (Suatu Studi di Pengadilan Agama X)
  • UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI DAMPAK PENGGUNAAN MINUMAN KERAS (Studi di Kepolisian X)
  • TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH SEORANG ANAK TERHADAP MANULA
  • TINJAUAN TENTANG KEWENANGAN POLISI DALAM MELAKUKAN PENYITAAN BARANG BUKTI PELANGGARAN LALU LINTAS (Studi Pada Polres X)
  • PERANAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA ABORTUS PROVOCATUS
    (Studi di Polresta X)
  • SUATU TINJAUAN VIKTIMOLOGIS TERHADAP UPAYA GANTI RUGI KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri X)
  • TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG DAN BAGASI PENUMPANG (Studi di PT. X Malang).
  • PENGGUNAAN ANALOGI TERHADAP KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEB SITE DI INTERNET
  • KENAKALAN ANAK-ANAK JALANAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
    (Studi di Kepolisian Resort Kota X)
  • ANALISA PENANGANAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA DI KOTA X (STUDI DI POLRESTA X)
  • PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DIBIDANG PERIKANAN OLEH PENYIDIK PERWIRA TNI ANGKATAN LAUT (Studi di Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut Surabaya)

Kamis, 22 Desember 2011

RESUME HUKUM PEMERINTAH DAERAH


Negara kesatuan Republik indoneia dibagi atas daerah-daearh provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah adalah :
a.      Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD.
b.      Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD.

Ø      Pembagian urusan pemerintahan

Pemerintah dearah menyelenggarakan urursan pemerintahan yang menjadi kewenagannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.
Dalam menyelenggrakan urusan pemerinthan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimanadimaksud, pemerintahan daerah menjalani otonomi seluas-luasnya untuk mengaan tur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan pusat sebgaimana dimaksud meliputi:
a.      Politik luar negeri
b.      Pertahanan
c.      Keamanan
d.      Yustisi
e.      Moneter dan fiscal nasional
f.        Agama

Penyelenggaran urusan pemerintahan dibagi berdasarkan criteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi denagan memperhatikan keserasian hubungan antar susuna pemerintahan.
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentralisasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsimerupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a.   Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b.   Perencanaan, pemenfaatan, dan pengawasan tata ruang
c.    Penyelenggaraan ketertiban umumdan ketentraman masyarakat
d.   Penyediaan sarana dan prasarana umum
e.   Penanganan bidang kesehatan
f.     Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g.   Penanggulangan masaalah sosial lintas kabupaten/kota
h.   Pelayanan bidang ketenagakerjaan

Ø      Hak dan kewajiban daerah

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a.   Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
b.   Memilih pimpinan daerah
c.    Mengelolah aparatur daerah
d.   Mengelolah kekayaan daerah
e.   Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f.     Mendapatkan bagi hasil dan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada didaerah
g.   Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Ø      Kepala daerah dan wakil kepala daerah

Setiap daerah dipimpin oleh kepala  pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupatyen disebut Bupati, dan untuk kota disebut wali kota. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Wakli kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk wali kota disebut wali kota. Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dipilih dalm satu pasangan daerah secara langsung oleh rakyat dideaerah yang bersangkutan.

Ø      Tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah

Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang :
a.   Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerahberdasarjkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD
b.   Mengajukan rancagan perda
c.   Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD
d.   Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama
e.   Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah
f.     Mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan

Wakil kepala daerah mempunyai tugas:
a.   Membantu kepala daerh dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah
b.   Membantu kepala daerah dalam mengkordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/ atau temuan hasil Pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup
c.   Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kiabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi
d.   Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecematan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota

Ø      Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah  
1.   Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena
a.   Meninggal dunia
b.   Meminta sendiri
c.    Diberhentikan

2.   Kepala daerah dan/ ata wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud siatas di berhentikan karena:
  •  Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru
  • Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetapsecara berturut-turut selama 6 (enem) bulan
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/ atau wakil kepala daerah
  •  Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
  • Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
  • Melanggar larangan kepal daerah danatau wakil kepala daerah.

PERBEDAAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL


Seperti kita ketahui bahwa di samping hkum internasional ada hkum nasional yang sudah lebih dahulu kita kenal yaitu hukum nasional. Secara umum perbedaan antara kedua bidang hukum tersebut sebenarnya sudah juga diketahui. Walaupun perbedaan yang secara umum tersebut belum tentu menggambarkan keadaan yang benar. Hal ini disebabkan oleh karena apa yang merupakan gambaran umum tersebut hanyalah berdasarkan pada pengamatan sepintas saja. Jadi bukan berdasarkan pada suatu penalaran yang mendalam.

Mengenai hubungan antara perangkat hukum ini terdapat 2 aliran, yaitu Monisme dan Dualisme. Menurut pandangan Moniesme, semua hukum merupakan satu sisitem kesatuan hukum yang mengikat apakah terdapat individu-individu dalam suatu Negara ataupun terdapat Negara-negara dalam masyarakat internasional. Tokoh-tokoh aliran Monisme ini adalah Kelsen dan Georges Scelle. Sebaliknya para pendukung aliran-aliran dualisme seperti Triepel dan Anzilotti menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah dua system hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain. Menurut aliran dualisme ini perbedaan tersebut terdapat pada :

  1. Perbedaan Sumber Hukum

Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu Negara sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak bersama Negara-negara dalam masyarakat internasional.

  1. Perbedaan Mengenai Subjek

Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu Negara. Sedangkan subjek hukum internasional adalah Negara-negara anggota masyarakat internasional.

  1. Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum

Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna kalau dibandingkan dengan hukum internasional yang lebih banyak bersifat mengatur hubungan Negara-negara secara horizontal.

Pandangan dualisme ini dibantah golongan Monisme dengan alasan bahwa :
  1. Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang berbeda namun system hukumnya tetap sama, yaitu bukankah pada akhirnya yang diatur oleh hukum internasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu Negara.

  1. Sama-sam mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Disaat diakuinya hukum internasional sebagai suatu system hukum maka tidaklah mungkin untuk dibantah bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari suatu kesatuan ilmu hukum dan karena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama mempunyai kekuatan mengikat apakah terhadap individu-individu ataupun Negara.

Selanjutnya mengenai aliran Monisme terdapat pula dua pandangan, yaitu yang memberikan primat pada hukum nasional atas hukum internasional dan primat hukum internasional atas hukum nasional. Tanpa melibatkan diri pada diskusi akademis mengenai kebenaran pandangan kedua aliran Monisme dan Dualisme tersebut dapatlah dikatakan bahwa praktek internasional tidak menunjukkan secara nyata aliran yang dominant. Sebaliknya terdapat konfirmasi primat hukum internasional atas hukum nasional sebagai syarat yang diperlakukan bagi keberadaan hukum internasional.

Dipatuhinya kaidah-kaidah hukum internasional adalah wajar karena pembentukan perangkat hukum tersebut adalah atas dasar kehendak Negara-negara yang secara bebas dirumuskan dalam berbagai instrument yuridik internasional. Menolak hukum internasional berarti penolakan terhadap apa yang dikehendaki dan diputuskan bersama oleh Negara-negara untuk mencapai tujuan bersama. Penolakan terhadap hukum internasional adalah tidak mungkin, karena dalam prakteknya semua tindak tanduk Negara dalam hubungan luar negerinya berpedoman dan didasarkan atas asas-asas serta ketentuan yang terdapat dalam hukum internasional itu sendiri.